SEJARAH DAM BANU
Seiring dengan
semakin berkembangnya warga masyarakat Desa Banturejo pada waktu itu, kebutuhan
kehidupan sehari hari warga masyarakatkpun juga semakin bertambah, terutama
untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sedang kebutuhan perairan sawah hanya
mengandalkan sumber air Daren atau Tulung yang hanya cukup dan dapat mengairi
sebagaian Sawah Banu dan Sawah Sromo saja.
Pemerintah Desa
berharap untuk menambah lahan pesawahan untuk memenuhi kebutuhan pangan
khususnya dari hasil padi. Maka dibukalah saluran irigasi dari aliran sungai
Pinjal menuju lahan pertanian di Desa Banturejo. Yang dapat dijangkau adalah
lahan pertanian yang ada di dusun Banu dan Sromo saja. Dengan upaya inilah
lahan pertanian kering di dusun Banu dan Sromo bisa diubah menjadi lahan
pesawahan. Lahan pesawahan baru antara lain adalah Sawah Kebon,Sawah
Slumprit, Sawah Bedahan Kulon, Sawah Bedahan Wetan, Sawah Tugung, Sawah
Butokalah, Sawah Dagan, Sawah Pule dan lain-lain. Saat ini sebagian sawah-sawah
tersebut ditutup karena ada program pemerintah untuk membuat pembangkit listrik
dan Waduk Selorejo.
Konon pemrakarsa
pembuatan saluran irigasi tersebut adalah seorang cucu dari pendiri Desa
Banturejo yang bernama Raden Donodiwiryo. Dan masa pembuatan saluran irigasi
tersebut tidak ada data yang menyebutkan pada masa kepemimpinan seorang
petinggi siapa dan pada tahun berapa.
Raden Donodiwiryo
memimpin pembuatan saluran irigasi tersebut hanya menggunakan alat sebatang
tongkat miliknya untuk memberikan tanda goresan untuk diikuti alurnya dalam
pembuatan saluran dimaksud. Kurang lebih saluran tersebut sepanjang delapan
kilometer. Pada saat pembuatan saluran irigasi tersebut melalui hutan belantara
yang tidak mudah perjalanannya. Banyak rintangan yang bersifat gangguan mistik
dari mahluk mahluk lelembut seperti jin dan lain sebagainya. Konon tidak
sedikit gangguan setiap menemui aliran sumber sumber yang lain.
Konon diceritakan
bahwa bahwa setiap melalui saluran sumber air seperti pada pertemuan saluran
air Kali Pinjal dengan Sumber Goto I dan Goto II Raden Donodiwiryo bersama
warga masyarakat diganggu oleh munculnya berbagai macam hewan melata seperti
kalajengking, kelabang, andos kuning, kalapekuk dan lain sebagainya dengan
jumlah yang tak terkirakan banyaknya. Akhirnya gangguan tersebut dapat
terselesaikan atas pertolongan Tuhan Yang Kuasa dengan berbagai cara
diantaranya memberikan sesajian sebagai sarana yang diyakini saat itu. Gangguan
kedua pada saat saluran memalui Sumber Tirtoayu, diganggu oleh bermacam macam
jenis ular besar kecil yang harus ditanggulangi dengan berbagai macam cara,
yang akhirnya dapat ditanggulangi. Gangguan berikutnya ketika sampai di Sumber
Pelus mereka mendapat gangguan berupa munculnya lintah dan pelus yang harus
juga dibereskan. Sehingga sumber tersebut dinamakan Sumber pelus. Pembuatan
saluran terus berjalan sampai bertemu dengan Sumber Kemplung, Sumber Larsat,
Sumber Sebarung atau disebut juga Sumber Pehgayah. Di Sumber Pehgayah ini raden
Donodiwirya mendapat gangguan lagi berupa cacing tanah yang jumlahnya
menakjubkan sehingga saluran tersebut bagaikan megalir cacing tanah yang sangat
mengerikan, dan itupun dapat terselesaikan dengan modal keberanian dan tekat
yang besar. Pembuatan saluran dilanjutkan sampai bertemu dengan Sumber Madhe
dan yang terakhir pada sumber Daren atau sumber Tolong. Di Sumber Daren ini
puncak dari berbagai gangguan terjadi. Sangat mengherankan ketika di wilayah
ini saluran tepat harus melalui sebatang pohon beringin putih yang tak kunjung
roboh bila ditebang pohannya. Hari ini dipotong belum selesai esok paginya
pohon tersebut pulih sediakala seperti tak pernah dipotong. Begitu pula
seterusnya. Hampir hampir Raden Donodiwiryo putus asa mendapat gangguan kali
ini. Akhirnya beliau bersemedi mencari petunjuk untuk menyelesaikan gangguan
tersebut. Akhirnya beliau mendapat petunjuk agar pohon beringin tersebut
ditancapi sebilah keris. Dan mendapatkan keris dari hasil semedinya di Makam
Raden Poncotoyodi Desa Siman. Konon setelah pohon tersebut ditancapi keris dari
hasil semedinya di Makam Raden Poncotoyo, dapat ditebang hingga roboh. Apa yang
terjadi saat pohon itu tumbang, dari dalam pohon tersebut keluarlah seekor ular
jengger berpentuk pipih dan kabur masuk
disemak belukar di sekitarnya. Konon diyakini bahwa ular tersebut sampai saat
ini menjadi penghuni Sumber Daren. Karena itulah siapa saja menebang atau
membawa pulang bambu dari tempat tersebut dengan tanpa hak maka akan mendapat
berbagai gangguan dan mara bahaya. Wallahu a’lam bisshowab.
Setelah saluran
irgasi tersebut selesai, warga Dusun Banu mesti melaksanakan kenduri yang dinamakan
Selamatan Dawuhan setiap tahun pada hari Jum’at Legi bulan Muharam, sebagai
ungkapan rasa syukur dan permohonan keselamatan untuk Desa Banturejo, khususnya untuk saluran irigasi dan lahan
pertanian yang memanfaatkan air tersebut.
Dengan keberhasilan
membuka saluran irigasi tersebut Raden Donodiwiryo mendapat hadiah dari
Pemerintah Hindia Belanda yaitu satu jabatan “Mantri Water Beheer” artinya
Mandor Irigasi dan sebidang tahah perdikan atau Bumi Merdiko seluas satu bahu.
Tanah perdikan tersebut dihapus saat Petinggi Raden Sadi Kertodiwongso
menjabat, dikawatirkan kelak akan menjadikan perebutan anak cucu.
Sebagai generasi
penerus kita harus bersyukur dan bangga pada jasa jasa para pendahulu, dengan
tetap ikut menjaga saluran irigasi tersebut dan melestarikan adat budayanya.
1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar