Senin, 06 Agustus 2012

SEJARAH DAM BANU


SEJARAH DAM BANU
Seiring dengan semakin berkembangnya warga masyarakat Desa Banturejo pada waktu itu, kebutuhan kehidupan sehari hari warga masyarakatkpun juga semakin bertambah, terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sedang kebutuhan perairan sawah hanya mengandalkan sumber air Daren atau Tulung yang hanya cukup dan dapat mengairi sebagaian Sawah Banu dan Sawah Sromo saja.
Pemerintah Desa berharap untuk menambah lahan pesawahan untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya dari hasil padi. Maka dibukalah saluran irigasi dari aliran sungai Pinjal menuju lahan pertanian di Desa Banturejo. Yang dapat dijangkau adalah lahan pertanian yang ada di dusun Banu dan Sromo saja. Dengan upaya inilah lahan pertanian kering di dusun Banu dan Sromo bisa diubah menjadi lahan pesawahan. Lahan pesawahan baru antara lain adalah Sawah Kebon,Sawah Slumprit, Sawah Bedahan Kulon, Sawah Bedahan Wetan, Sawah Tugung, Sawah Butokalah, Sawah Dagan, Sawah Pule dan lain-lain. Saat ini sebagian sawah-sawah tersebut ditutup karena ada program pemerintah untuk membuat pembangkit listrik dan Waduk Selorejo.
Konon pemrakarsa pembuatan saluran irigasi tersebut adalah seorang cucu dari pendiri Desa Banturejo yang bernama Raden Donodiwiryo. Dan masa pembuatan saluran irigasi tersebut tidak ada data yang menyebutkan pada masa kepemimpinan seorang petinggi siapa dan pada tahun berapa.
Raden Donodiwiryo memimpin pembuatan saluran irigasi tersebut hanya menggunakan alat sebatang tongkat miliknya untuk memberikan tanda goresan untuk diikuti alurnya dalam pembuatan saluran dimaksud. Kurang lebih saluran tersebut sepanjang delapan kilometer. Pada saat pembuatan saluran irigasi tersebut melalui hutan belantara yang tidak mudah perjalanannya. Banyak rintangan yang bersifat gangguan mistik dari mahluk mahluk lelembut seperti jin dan lain sebagainya. Konon tidak sedikit gangguan setiap menemui aliran sumber sumber yang lain.
Konon diceritakan bahwa bahwa setiap melalui saluran sumber air seperti pada pertemuan saluran air Kali Pinjal dengan Sumber Goto I dan Goto II Raden Donodiwiryo bersama warga masyarakat diganggu oleh munculnya berbagai macam hewan melata seperti kalajengking, kelabang, andos kuning, kalapekuk dan lain sebagainya dengan jumlah yang tak terkirakan banyaknya. Akhirnya gangguan tersebut dapat terselesaikan atas pertolongan Tuhan Yang Kuasa dengan berbagai cara diantaranya memberikan sesajian sebagai sarana yang diyakini saat itu. Gangguan kedua pada saat saluran memalui Sumber Tirtoayu, diganggu oleh bermacam macam jenis ular besar kecil yang harus ditanggulangi dengan berbagai macam cara, yang akhirnya dapat ditanggulangi. Gangguan berikutnya ketika sampai di Sumber Pelus mereka mendapat gangguan berupa munculnya lintah dan pelus yang harus juga dibereskan. Sehingga sumber tersebut dinamakan Sumber pelus. Pembuatan saluran terus berjalan sampai bertemu dengan Sumber Kemplung, Sumber Larsat, Sumber Sebarung atau disebut juga Sumber Pehgayah. Di Sumber Pehgayah ini raden Donodiwirya mendapat gangguan lagi berupa cacing tanah yang jumlahnya menakjubkan sehingga saluran tersebut bagaikan megalir cacing tanah yang sangat mengerikan, dan itupun dapat terselesaikan dengan modal keberanian dan tekat yang besar. Pembuatan saluran dilanjutkan sampai bertemu dengan Sumber Madhe dan yang terakhir pada sumber Daren atau sumber Tolong. Di Sumber Daren ini puncak dari berbagai gangguan terjadi. Sangat mengherankan ketika di wilayah ini saluran tepat harus melalui sebatang pohon beringin putih yang tak kunjung roboh bila ditebang pohannya. Hari ini dipotong belum selesai esok paginya pohon tersebut pulih sediakala seperti tak pernah dipotong. Begitu pula seterusnya. Hampir hampir Raden Donodiwiryo putus asa mendapat gangguan kali ini. Akhirnya beliau bersemedi mencari petunjuk untuk menyelesaikan gangguan tersebut. Akhirnya beliau mendapat petunjuk agar pohon beringin tersebut ditancapi sebilah keris. Dan mendapatkan keris dari hasil semedinya di Makam Raden Poncotoyodi Desa Siman. Konon setelah pohon tersebut ditancapi keris dari hasil semedinya di Makam Raden Poncotoyo, dapat ditebang hingga roboh. Apa yang terjadi saat pohon itu tumbang, dari dalam pohon tersebut keluarlah seekor ular jengger berpentuk  pipih dan kabur masuk disemak belukar di sekitarnya. Konon diyakini bahwa ular tersebut sampai saat ini menjadi penghuni Sumber Daren. Karena itulah siapa saja menebang atau membawa pulang bambu dari tempat tersebut dengan tanpa hak maka akan mendapat berbagai gangguan dan mara bahaya. Wallahu a’lam bisshowab.
Setelah saluran irgasi tersebut selesai, warga Dusun Banu mesti melaksanakan kenduri yang dinamakan Selamatan Dawuhan setiap tahun pada hari Jum’at Legi bulan Muharam, sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan keselamatan untuk Desa Banturejo,  khususnya untuk saluran irigasi dan lahan pertanian yang memanfaatkan air tersebut.
Dengan keberhasilan membuka saluran irigasi tersebut Raden Donodiwiryo mendapat hadiah dari Pemerintah Hindia Belanda yaitu satu jabatan “Mantri Water Beheer” artinya Mandor Irigasi dan sebidang tahah perdikan atau Bumi Merdiko seluas satu bahu. Tanah perdikan tersebut dihapus saat Petinggi Raden Sadi Kertodiwongso menjabat, dikawatirkan kelak akan menjadikan perebutan anak cucu.
Sebagai generasi penerus kita harus bersyukur dan bangga pada jasa jasa para pendahulu, dengan tetap ikut menjaga saluran irigasi tersebut dan melestarikan adat budayanya.
1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar